Ironi Sejarah


Sejarah berulang, juga dalam dunia sepak bola. Pada 44 tahun lalu dalam pertandingan final Piala Dunia 1966, Inggris melawan Jerman, terjadilah peristiwa Wembley. Dan sekarang di Piala Dunia 2010 terjadilah peristiwa yang mirip Wembley, di Bloemfontein.
Waktu itu di Wembley, gol Geoff Hurst disahkan oleh wasit, padahal bola tidak jatuh di belakang garis gawang Jerman. Sekarang di Bloemfontein, bola tendangan Frank Lampard, yang jelas sudah jatuh di belakang gawang Jerman, tidak dianggap gol baik oleh wasit Jorge Larrionda maupun hakim garis Mauricio Espinosa.
Andaikan bola Hurst di Wembley, yang memang bukan gol itu tidak diakui oleh wasit sebagai gol, mungkin saja Jerman menjadi juara dunia. Dan andaikan bola Lampard yang memang gol itu diakui oleh wasit sebagai gol, mungkin saja Inggris berpeluang memukul Jerman. Namun, apa mau dikata, sejarah menghendaki Wembley menjelma menjadi Bloemfontein.
”Setelah skor menjadi 1-2, kami bermain dengan baik. Sangat penting bagi kami, gol kedua itu diakui. Kedudukan akan menjadi 2-2. Memang kami membuat kesalahan. Namun, wasit telah membuat kesalahan yang jauh lebih besar,” kata Fabio Capello. David Beckham juga ikut geregetan dan memaki wasit, ”Kamu sungguh memalukan.”
Pihak Jerman pun fair mengakui bahwa bola Lampard itu gol. Kata kiper Manuel Neuer, ”Saya hanya memandang bola tendangan Lampard, meraihnya lalu melemparnya ke depan. Kalau saya menoleh ke kiri dan ke kanan, wasit mungkin akan berpikir lain. Mungkin saya ikut andil untuk membuat gol itu menjadi bukan gol.”
”Bola memang di belakang garis gawang. Seharusnya itu diputuskan sebagai gol,” kata Joachim Loew. ”Tak ada yang lebih jelas daripada itu. Bola toh jatuh hampir setengah meter di belakang garis gawang. Hakim garis mestinya melihat itu,” kata Franz Beckenbauer.
Beckenbauer menyebut peristiwa di Bloemfontein itu ”ironi sejarah”. ”Untunglah Jerman masih sempat membuat dua gol lagi. Tambahan dua gol ini tentu bisa mengurangi sengitnya perdebatan selanjutnya,” kata Beckenbauer. Namun, lain lagi kata Wolfgang Overath (66), veteran Jerman, yang mengalami sakitnya terpental di final Piala Dunia 1966 karena gol Wembley yang sebenarnya tidak pernah ada itu.
”Dengan peristiwa di Bloemfontein itu, orang melihat bahwa masih ada keadilan dan bahwa masih ada pula Tuhan di langit atas, yang akhirnya membalas semuanya. Juga bila itu semua harus kita nanti dengan demikian


lama. Dengan begitu, perkara Wembley akan dilupakan walau bagi kami, sebenarnya terjadi hal yang lebih jelek karena kemalangan itu menimpa kami justru di pertandingan final,” kata Overath.
”Gol” Bloemfontein adalah gol Wembley yang terulang. Memang dalam sejarah bola kerap terulang peristiwa yang lama. Sejarah bola tidak selalu baru, persis seperti apa yang terjadi dalam sejarah manusia sendiri. Benarlah kata-kata Kitab Pengkhotbah: Apa yang akan ada, akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat, akan dibuat lagi: Nihil sub sole novum (Tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari).
Justru karena dalam bola bisa terjadi ketidakadilan yang terulang, bola menjadi bagian dari sejarah. ”Seandainya wasit melihat bola Lampard itu masuk….” Bagi orang Inggris, kata ”seandainya” itu akan selalu menjadi ”seandainya”, seperti bagi orang Jerman yang selalu bilang, ”seandainya bola Geoff Hurst itu tak dianggap gol”. Kata ”seandainya” itu akan terus diingat, berulang-ulang dibicarakan, menjadi abadi, dan menjadi bagian dari mitos bola. Itulah sebabnya tragika bola juga menjadi bagian dari tragika sejarah manusia.
Namun, janganlah orang berspekulasi dengan kata ”seandainya”. Orang harus berani menengok pertandingannya sendiri. Dan di sini harus diakui bahwa menghadapi Jerman, Inggris memang kalah di segala lini. Pemain Jerman rata-rata muda.
Delapan dari mereka berusia di bawah 26 tahun. Ternyata pemain-pemain muda Jerman bisa membuat kedodoran pemain-pemain Inggris yang jauh lebih berpengalaman karena usia mereka yang lebih tua.
Pertahanan John Terry, Ashley Cole, dan Matthew Upson dipermainkan dengan mudah oleh Lukas Podolski, Mesut Oezil, dan Thomas Mueller. Menjelang Piala Dunia 2010, Wayne Rooney ditimang-timang menjadi salah seorang bintang, yang akan bersaing dengan Messi, Ronaldo, dan Kaka. Ternyata Rooney bermain dengan amat merana dan tak berhasil menemukan format permainannya.
Sesungguhnya Inggris sangat yakin bahwa dalam Piala Dunia 2010 ini mereka bakal merajut prestasi. Maklum, pasukan Inggris di bawah Capello kali ini dianggap sebagai the golden generation yang pernah dimiliki Inggris. Rasanya generasi emas ini bakal tak bermain lagi di kesempatan berikutnya.
Maklum, pemain-pemain hebat generasi emas ini sudah dimakan usia. Steven Gerrard berumur 30, Frank Lampard dan Rio Ferdinand berusia 32 tahun. Belum lagi Beckham, 35 tahun. Selama 12 tahun lamanya, generasi emas ini tak memberi prestasi apa pun jua bagi Inggris.
Ironisnya, Inggris adalah negara di mana pertandingan-pertandingan liganya dikenal paling tersohor, paling hebat, dan paling gegap gempita.

Sumber : Kompas/Shindunata
Read More..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Strategi Loew Jerman Libas Inggris


Kemenangan Jerman kontra Inggris dengan skor 4-1 tidak lepas dari strategi brilian pelatih Joachim Loew. Pelatih berusia 50 tahun itu rupanya tahu betul kelemahan Inggris yang menyebabkan skuat Fabio Capello kalah telak.

Sejak unggul 2-1 pada babak pertama, Loew melihat Inggris bermain terbuka sebelum turun minum. Karena itu, ia yakin pada babak kedua Inggris akan tampil terbuka untuk menekan Jerman.

Terbukti, pada 45 menit berikutnya Inggris tampil menekan. Situasi itu langsung dimanfaatkan Loew untuk bertahan dan lebih memanfaatkan serangan balik.

Strategi Loew ternyata benar. Hal itu berbuah dua gol Thomas Muller lewat skema serangan balik pada babak kedua.

"Saya berbicara kepada pemain saya pada saat turun minum, kami harus mencetak gol ketiga lewat serangan balik. Sebab, kami melihat Inggris akan bermain terbuka," kata Loew.

Sementara penyerang Miroslav Klose, merasa senang dirinya telah mencetak gol pertama bagi Jerman. Menurutnya, Jerman tampil lebih agresif dibandingkan saat melawan Ghana.

"Kami selalu mengatakan bahwa target kami setidaknya adalah semi final. Saya yakin Jerman bisa," ujarnya optimis.

SUmber : Viva News


Read More..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Lahm : Inggris Kebanyakan Selebritis


Kapten Jerman Philipp Lahm menilai Inggris lemah karena para pemainnya bertindak layaknya selebriti. Menurutnya, para pemain "The Three Lions" lebih banyak tampil di media massa ketimbang berlatih untuk mempersiapkan diri melawan Jerman.

"Inggris tidak melakukan persiapan maksimal untuk pertandingan ini. Mungkin mereka meremehkan kami karena pemain kami tidak terkenal seperti pemain-pemain mereka," kata Lahm.
Pemain-pemain Inggris memang selama ini diperlakukan layaknya selebriti. Nama-nama seperti John Terry, Frank Lampard, Steven Gerrard, dan Wayne Rooney sering menjadi berita-berita utama di media-media Inggris karena kehidupan pribadi mereka.
Terry contohnya, ia pernah menjadi berita utama selama beberapa pekan di media Inggris setelah perselingkuhannya dengan Vanessa Perroncel terbongkar. Akibatnya, penampilan Terry menurun dan jabatannya sebagai kapten Inggris dicopot Fabio Capello.
Lalu Gerrard yang menjabat kapten di Piala Dunia ini, juga kerap kali digosipkan akan bercerai dengan istrinya Alex Curran.
Keadaan ini bertolak belakang dengan pemain-pemain Jerman yang diperlakukan media sebagai atlit bukan sebagai selebriti. Jarang sekali kehidupan pribadi skuad "Tim Panser" dikorek-korek oleh media-media Jerman.

Sumber : Kompas


Read More..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jerman Libas Inggris 4 -1


Di babak delapan besar, Jerman kembali harus siap-siap menghadapi lawan berat karena akan melawan pemenang duel antara Argentina vs Meksiko, yang baru akan berlangsung pada Senin (28/6/10) dinihari WIB. Diperkirakan, Jerman akan bertemu Argentina, salah satu rival besarnya.

Duel Inggris dan Jerman, yang menjanjikan tontonan menarik ini berlangsung dalam tempo sedang ketika wasit Jorge Larrionda (Uruguay) meniup peluit kick-off. Tetapi memasuki menit kelima, Jerman membuat kejutan ketika Mesut Ozil lolos dari jebakan offside ketika menerima umpan terobosan Bastian Schweinsteiger. Beruntung, David James bisa mengantisipasi bola tembakan Ozil, sehingga bisa menahan dengan kakinya.

Selepas peluang Jerman ini, tempo permainan mulai meningkat. Inggris lebih berani keluar menyerang. Akan tetapi, "The Three Lions" nyaris kecolongan pada menit ke-10, ketika Jerman melakukan serangan balik di mana empat pemainnya menghadapi tiga pemain belakang Inggris. Sayang, Lukas Podolski memilih untuk melepaskan tembakan dari luar kotak penalti sehingga si kulit bundar membentur John Terry. Padahal, Miroslav Klose berada dalam posisi bebas di sektor kanan.

Usaha Jerman membuahkan hasil pada menit ke-20. Setelah selamat dari serangan para pemain Inggris, kiper Manuel Neuer mengirim bola jauh ke depan, menuju kotak penalti lawan. Ternyata, tendangan ini juga sekaligus menjadi serangan bagi Jerman, karena Klose bisa mengejar dan mencocor bola, yang tidak sempurna "dilindungi" oleh Matthew Upson.

Tampaknya, bek Inggris tersebut salah komunikasi dengan James, karena dia terlihat menunggu sang penjaga gawang menjemput bola. Ternyata, Klose yang mengejar dari belakang bisa mendapatkan posisi yang cukup bagus untuk melesakkan Jabulani. Sambil menjatuhkan badan, dengan kaki kanannya Klose mengubah arah bola ke sisi kiri gawang, sehingga James tak mampu menahannya.

Tak lama berselang, Jerman mendapat peluang lagi. Kerja sama Sami Khedira, Thomas Mueller dan Klose, nyaris membuahkan gol. Permainan satu-dua Khedira-Mueller diakhiri dengan umpan terobosan kepada Klose, yang tinggal berhadapan dengan James. Kali ini, sontekan Klose bisa ditahan sang penjaga gawang.

Jerman akhirnya benar-benar menambah gol lagi pada menit ke-32. Kali ini giliran Podolski yang mengoyak jala "Tiga Singa", lewat tendangan kerasnya dari sudut sempit. Podolski mendapat umpan silang dari Mueller, yang meskipun sudah di mulut gawang, memilih untuk memberi umpan ke kiri. Ternyata, Podolski mengakhiri kerja sama itu dengan gol. Jerman memimpin 2-0.

Inggris seperti terbangun dari tidurnya karena gawang mereka dibobol dua kali. Steven Gerrard dan kawan-kawan melancarkan serangan balasan dan bisa menghasilkan gol pada menit ke-37. Upson, yang ikut andil atas terciptanya gol pertama Jerman, membalas kesalahannya dengan mencetak gol, ketika menyundul umpan lambung Gerrard dari luar kotak penalti


Pada menit ke-40, Inggris harus menerima kekecewaan yang sangat dalam. Tembakan Frank Lampard yang membentur mistar gawang, memantul melewati garis gawang. Lampard dan kawan-kawan sudah merayakannya menjadi gol, tetapi hakim dan wasit tak menganggapnya gol. Padahal dari tayangan ulang, terlihat jelas bahwa Jabulani sudah melewati garis gawang dan seharusnya menjadi gol. Skor 2-1 bertahan sampai jeda.

Pada permainan usai istirahat, Inggris tampil lebih agresif. Keharusan mengejar ketinggalan, membuat juara dunia 1966 ini bermain lebih ngotot. Tapi, dewi fortuna tampaknya belum menaungi Inggris, karena lagi-lagi mistar gawang yang menjadi penghalang mereka menyamakan skor. Pada menit ke-52, tembakan Lampard dari luar kotak penalti menghujam mistar. Selamatlah gawang Jerman dari kebobolan.

Menit ke-61, Tiga Singa mengancam pertahanan Panser lagi. Wayne Rooney, yang lebih dulu melewati satu pemain belakang, mengirim umpan ke sayap kanan yang ditempati James Milner. Sayang, tendangan Milner, yang sudah memasuki kotak penalti, tertahan oleh Arne Friedrich.

Keasyikan menyerang, Inggris justru kecolongan pada menit ke-66. Saat mendapat kesempatan tendangan bebas di mulut gawang Jerman, hampir semua pemain Inggris naik. Ternyata, ketika tendangan Lampard membentur pagar hidup yang dibangun pemain Jerman, bola langsung diumpan ke depan. Mueller, yang mendapat umpan dari Bastian Schweinsteiger, dengan mudah melepaskan tendangan keras untuk mengubah kedudukan menjadi 3-1.

Hanya berselang tiga menit, lagi-lagi serangan balik Jerman membuat Inggris terkapar. Kali ini, Ozil yang mengarsitekinya. Dengan kecepatan dan kemampuan mendribel bola, striker keturunan Turki tersebut menyisir sisi kiri hingga menusuk jantung pertahanan Inggris. Dia lalu melepaskan umpan ke mulut gawang, dan langsung disambar Mueller, yang tidak mendapat pengawalan. Jerman semakin di atas angin dengan keunggulan 4-1, yang bisa dipertahankan sampai laga usai.

Read More..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Suntikan Kekalahan


Kesebelasan Jerman dikenal sebagai tim turnamen. Walau di babak penyisihan grup penampilan mereka terseok-seok, mereka terus merangkak dengan perlahan tetapi pasti. Mereka seperti mesin diesel, yang makin lama makin panas dan efektif.

Dalam sejarah, tim turnamen Jerman selalu membuat waswas pendukungnya. Maklum, mereka merambat maju, tetapi dengan mengkas-mengkis. Ingatlah, misalnya, peristiwa di babak penyisihan grup Piala Eropa 2008. Setelah menang lawan Polandia 2-0, Jerman dihajar Kroasia 1-2, dan menang tipis atas Austria 1-0.

Pada Piala Dunia 2002, setelah menang lawan Arab Saudi 8-0, Jerman ditahan seri Irlandia 1-1, baru kemudian menang lawan Kamerun 2-0. Dan pada Piala Dunia 1998, setelah menang 2-0 atas Amerika Serikat, mereka ditahan Yugoslavia seri 2-2 serta lolos setelah mengalahkan Iran 2-0.

Sekarang, tradisi itu terulang kembali. Setelah menggasak Australia 4-0, Jerman ditekuk Serbia 0-1. Toh akhirnya mereka lolos setelah mengalahkan Ghana walau dengan skor yang memprihatinkan, 1-0.


Tim turnamen memang tidak harus selalu menang dan mampu tampil meyakinkan di babak awal. Malah bahaya apabila mereka menunjukkan keunggulannya di babak penyisihan. ”Jika kami menang dua kali, dan bermain hebat, tetapi kemudian tak dapat melanjutkan turnamen lagi, itu sungguh malapetaka,” kata sesepuh bola Jerman, Uwe Seeler. Contoh untuk itu adalah kesebelasan Belanda. Pada masa lalu Belanda selalu menang dan bermain gemilang pada saat awal, tetapi kemudian terpelanting dari turnamen dengan amat cepat.

Jadi ketika Jerman menggasak Australia 4-0 dengan permainannya yang gemilang, tebersit juga kekhawatiran, jangan-jangan Jerman sudah terkena hollandisasi, hebat di awal tapi terdepak tak lama kemudian. ”Jerman hebat, tetapi bukan seperti yang kami kenal,” komentar beberapa orang.

Maka dilihat dari kacamata tim turnamen, kekalahan yang diderita Jerman ketika melawan Serbia patutlah disyukuri. Kekalahan itu membuat Jerman merefleksikan kembali permainannya. Gol yang terlalu awal di gawang Australia membuat pemain Jerman gegabah. Ternyata hal yang sama tak dapat dibuat ketika mereka melawan Serbia. Pertahanan Australia mudah ditembus. Namun, tidak demikian dengan pertahanan Serbia. Ini semua adalah bahan yang membuat Jerman lebih waspada ketika menghadapi Ghana.

Kekalahan oleh Serbia ternyata bisa menjadi suntikan obat yang membangkitkan lagi semangat bola khas Jerman, yakni disiplin, rajin, berdaya tahan, dan efisien. Lalu tentu saja juga semangat ”berusaha menang meski sedang bermain jelek”. ”Kalian bersebelas adalah pemenang,” begitu Joachim Loew menyuntikkan semangat kepada anak-anaknya.

Suntikan kekalahan itu ternyata manjur. Pemain-pemain Jerman bangkit justru karena menghadapi perlawanan Ghana yang sangat sengit. Dan kemenangan atas Ghana malam itu masih memberi lebih, yakni kebangkitan kembali seorang calon bintang mereka yang bernama Mesut Oezil. Seperti ketika melawan Australia, waktu melawan Ghana, Oezil memang menampakkan diri sebagai pemain cemerlang.

Sudah lama Jerman merindukan lahirnya seorang play maker, regisur, dan penyulap bola di lapangan tengah. Mereka iri akan Perancis yang mempunyai Ribery, Brasil yang mempunyai Kaka, Portugal yang mempunyai Ronaldo, serta Argentina yang mempunyai Messi.

”Kami rindu akan pemain bernomor punggung sepuluh, dan sekarang telah menemukannya,” kata Miroslav Klose. Siapa lagi jika bukan Mesut Oezil. ”Messi kami adalah Oezil”, kata Horst Hrubesch, pemain Jerman angkatan 1970-an, yang kini menjadi pelatih U-21 Jerman. Di mata para pengamat bola Jerman, Oezil dianggap campuran dari Guenther Netzer dan Zidane.

Oezil memang bermain dengan gaya dan cara yang khas. Di sekolah-sekolah Persatuan Sepak Bola Jerman (DFP) tak pernah diajarkan gaya dan cara bermain seperti yang dimilikinya. Menurut Oezil, cara dan gaya bermain itu dilatihnya sendiri ketika pada masa kanak-kanak dulu ia bersama kakaknya, Mutlu, bermain bola di lapangan di dekat rumahnya. ”Di samping itu, saya mempelajarinya dengan melihat di televisi,” katanya.

”Uang tak terlalu perlu buat saya. Pada masa kanak-kanak dulu saya suka bola. Juga sekarang, saya bahagia jika boleh bermain bola. Jika melihat bola, saya benar-benar gembira, seperti anak kecil. Pasti saya hanya ingin berhasil, tetapi saya juga ingin menikmati bola,” kata Oezil.

Banyak puja-puji dilayangkan ke Oezil. Kendati demikian, ia tetap menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang rendah hati, pendiam, dan pemalu. Oezil juga dikenal sebagai lelaki yang taat beriman. ”Di kabin, selama lagu nasional dinyanyikan dan menjelang pertandingan, saya selalu berdoa. Saya mendoakan beberapa doa dalam bahasa Arab yang ada dalam Quran, lalu saya mohon, semoga saya selalu sehat. Saya tak pernah melupakan doa. Itu memberi kekuatan dan dapat membuat saya bermain dengan baik,” kata Oezil.

Oezil memang pemalu dan tidak mau sesumbar. Kendati demikian, kini hatinya sedang membara dengan api optimisme untuk bersama dengan Jerman mengalahkan Inggris dalam pertandingan hidup mati di perdelapan final nanti.

Sumber : Kompas/Shindunata
Read More..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mesut Oezil, Simbol Keberagaman Jerman


Ada yang menarik pada skuad Jerman di Piala Dunia 2010 kali ini. Skuad ini seperti Jerman rasa baru karena "Die Mannschaft" tidak hanya terdiri dari pemain-pemain asli negara tersebut. Skuad gado-gado ini kemudian memunculkan sejumlah simbol baru, termasuk gelandang Mesut Oezil.

Oezil bukanlah pemain asli Jerman, keluarganya berasal dari Turki. Selain dia, masih banyak pemain lain yang notabene pendatang di tanah Jerman. Keturunan Turki lainnya adalah bek Serdar Tasci. Demikian pula Cacau yang asli Brasil, Jerome Boateng yang ayahya keturunan Ghana, Sami Khedira berdarah Tunisia, serta Dennis Aogo yang separuh Nigeria. Di luar itu, masih ada pemain Eropa di luar Jerman seperti Lukas Podolski, Marko Marin.

Keberagaman itu ternyata tak mengurangi semangat para pemain untuk membela Jerman bersatu. Ketika mereka bermain di bawah bendera hitam-merah-kuning, semuanya bahu-membahu memenangkan satu tim.

Jika akhirnya Oezil mencetak gol kemenangan bagi Jerman atas Ghana, gol itu tidak hanya mengantarkan "Der Panzer" ke babak 16 besar. Oezil juga menjadi simbol baru bagi Jerman setelah kapten Michael Ballack cedera. Peran Oezil di lapangan tengah sangat membantu pergerakan para pemain Jerman, yang rata-rata berusia di bawah 24 tahun.


Meski lahir dari keluarga Turki, rasa cinta Oezil kepada Jerman begitu dalam. Sebelum dipanggil oleh pelatih tim senior Joachim Loew, Oezil sudah kenyang membela timnas U-17 dan U-21. Lahir dan besar di Jerman membuat gaya main gelandang ini mengikuti disiplin dan semangat juang Jerman. Akan tetapi, "Teknik dan feeling bola saya dipengaruhi Turki," kata pemain yang selalu melafalkan ayat Al Quran sebelum laga itu.

Di timnas, Oezil bisa berperan sebagai pemain sayap kiri. Dalam laga semalam, pemain Werder Bremen itu berdiri di belakang striker utama Cacau. Peran sebagai penyerang kedua ini bisa dijalankannya dengan baik.

Pendek kata, Oezil adalah anugerah bagi sepak bola Jerman. "Oezil adalah hadiah bagi sepak bola Jerman," kata Loew tentang pemain 21 tahun itu. Oezil telah menjadi simbol keragaman pemain dalam skuad Jerman, skuad dengan semboyan "Deutschland Ueber Alles".

Sumber : Kompas
Read More..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jerman (Tak) Selalu Menang



Legenda Inggris, Gary Lineker, punya penjelasan sederhana apa itu sepak bola. Menurut striker yang menjadi ”top scorer” di Piala Dunia 1986 ini, sepak bola adalah permainan 11 melawan 11 yang akhirnya selalu dimenangi Jerman. Jadi, sebaiknya Jerman menang melawan Ghana pada laga penentuan Grup D, Kamis (24/6) dini hari WIB, atau analisis bernada canda Lineker itu tidak lagi lucu dan justru Jerman yang jadi tertawaan.

Para suporter Jerman sungguh tidak percaya dengan penglihatan mereka setelah tendangan penalti Lukas Podolski diselamatkan penjaga gawang Serbia, Vladimir Stojkovic, setidaknya karena saat terakhir kali pemain tim nasional Jerman gagal melakukan tendangan penalti, mereka belum lahir. Tidak sejak 1974 pemain Jerman gagal mengeksekusi tendangan 12 pas di luar adu penalti.

Waktu itu, pemain yang gagal mengeksekusi penalti adalah bintang Bayern Muenchen, Uli Hoeness, pada laga melawan Polandia. Setelah 36 tahun baru ada lagi pemain Jerman yang gagal mencetak gol dari titik penalti pada waktu normal, yakni Podolski, yang fatalnya membuat Jerman terancam gagal lolos ke babak kedua untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Ghana kini memimpin Grup D dengan empat poin, diikuti Jerman dan Serbia dengan tiga poin serta Australia satu poin, yang berarti keempat-empatnya memiliki peluang lolos. Jerman harus mampu mengalahkan Ghana jika ingin pasti lolos, tetapi hasil imbang akan cukup jika Serbia gagal mengalahkan Australia.

Pasukan Joachim Loew ini mengawali turnamen dengan gemilang, mencukur Australia 4-0. Namun, setelah striker Miroslav Klose dikartu merah, Serbia membanting mereka dari awang-awang kembali ke bumi dengan kekalahan 0-1. Baik Jerman maupun Ghana harus bisa tampil lebih baik daripada penampilan sebelumnya.

Loew dan kapten Philipp Lahm yakin, Jerman bakal lolos ke babak 16 besar. Cacau menambahkan, para pemain Jerman sangat yakin dapat mengatasi Ghana. ”Kami tahu kualitas kami dan tak ada keraguan kami mampu melakukannya,” ujar Cacau, striker Jerman kelahiran Brasil yang akan menggantikan Miroslav Klose yang terkena kartu merah melawan Serbia, dikutip AFP.

Laga ini juga diwarnai perang saudara antara Kevin-Prince Boateng dan Jerome Boateng. Keduanya adalah saudara satu ayah. Namun, Kevin-Prince memilih memperkuat negara asal ayahnya, Ghana, sedangkan Jerome memilih memperkuat negara ibunya, Jerman. Kevin-Prince bakal menjadi starter, sementara Jerome kemungkinan hanya menjadi cadangan.

Keduanya tidak lagi saling berbicara setelah Kevin-Prince melakukan tekel brutal yang membuat Michael Ballack absen karena cedera. Para pemain Jerman menolak melakukan balas dendam terhadap Kevin-Prince yang sebelum memilih Ghana adalah pemain timnas Jerman yunior mulai dari U-15 hingga U-21.

”Kami melawan Ghana, bukan Kevin-Prince Boateng,” kata Manajer Jerman Oliver Bierhoff. ”Perasaan mengenai satu orang harus disingkirkan.” Tim ”Panser” memang harus berkepala dingin jika tak ingin Ghana menjadi ranjau

Read More..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS